Mitos Munculnya Api

Unknown | 21.53 | 0 komentar

OLEH: Frans Bobii

Bukan cerita belaka, adalah sebuah kenyataan yang dialami dan  merupakan mitos yang sangat sacral dirasakan oleh etnik Mee yang berdiam di wilayah perbatasan etnik Mee dan etnik Yerisyam di pesisir pantai Nabire, tepatnya Debaakebo menjadi tempat penyebaran sumber Api di seluruh pelosok Meuwodide.

Suatu waktu hiduplah dua orang bersaudara di wilayah Waysai, Menou. Kakaknya bernama Geimu dan adiknya bernama Ogeimu. Kedua bersaudara ini menekuni berburuh merupakan matapencaharian sehari-sehari,  Sebagai manusia purbakala.

Dalam  hutan belukar, seluruh buruan selalu dikonsumsikan apa adanya, tak dimasak (makan mentah). Apalah daya tak  mengenal api untuk mengolah makanan yang merupakan hasil buruan mereka. Begitulah kesukaran hidup. kondisi yang dirasakan dan dialami berkakak adik, yakni Geimu Kedeikoto dan Ogeimu Kedeikoto.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiA2pFpQ6Fdont4p2MnUCxP66gaqK-EtO628DfynU1mFrqQ_zKYOUQOTaUv66-CZSqtss4kFHxiITO47c9m15o5aJmUyXm5hHdXMLYPCzfnC132E_kKfhGYCcNn48Pna7wtBnhtARKAQnY/?imgmax=800
Ilustrasi Api
Dalam kegempitan alam, suatu  hari Geimu mendengar bunyi dalam hutan rimba. Dirinya kaget mendengar gemuru bunyi tersebut. Geimu  berjalan kea rah bunyi tersebut. Semakin dekat bunyi tersebut. Ternyata didapatkannya dua dahang kayu bergesekan. Hasil gesekan  kedua dahang kayu tersebut terlihat keluarlah asap, dan “percikan kemerahan”. Tak lama kemudian, “percikan kemerahan”itu jatuh di tanah dan memancarkan “nyala api”. 

Tak sadar, dirinya terinspiasi untuk mengambil daun-daun kering masuk dalam percikan/ barah yang sedang berasap. Dan muncullah api yang bernyala besar.  

Selanjutnya Geimu mencoba meletakkan hasil buruan tersebut diatas api yang bernyala besar. Setelah terlihat masak ia mengkonsumsikan ternyata  nikmat/enak. 

Dirinya belum memahami api itu bermakna untuk apa. Sebelumnya tak diketahui  makna api,  makanan yang dikumpulkan dikonsumsikan/ dimakan menta. Inilah sebuah cerita asal usul dan penemuan Api, dimasa purkala yang kini menjadi mitos bagi etnik Mee. 

Setelah mengalami dan menyelami peristiwa teristimewa itu, Geimu hendak berpaling ke rumah, namun dipertengahan jalan terdengar bunyi tebang kayu, ternyata adiknya Ogeimu sedang membuat perahu dan sudah jadi  bentuk perahu. Setiba dimana Ogeimu membuat perahu langsung tarik perahu dan Ogeimu menyampaikan pesan sambil tarik perahu “Iyei-yeida Akano Akado”

Usai menyampikan pesan tersebut Ogeimu melemparkan se-untas tali yang sudah di pintal (puutu iyee gakimimakita). Diakhir kata-kata perpisahan Ogeimu menghilang entah kemana perginya.[1] Hingga saat belum ada cerita mitos bagi adiknya bahkan keturunanpun belum di getahui. 

Sepulang dari kejadian tersebut sesampaikan di rumah Geimu membakar hasil buruannya dengan api yang ditemukan di gunung Debaakebo.   

Beberapa lama kemudian ia naik ke sebuah kampung yang di huni oleh marga Magai, disana ia masuk di rumah  kepala suku. Namun saat itu tak ada pemilik rumah/tuan rumah. Dipetang hari datanglah sang pemilik rumah  sambil membawa hasil buruan (babi,  Kuskus). Geimu memperhatikan tuan rumah cara makan dan memotong babi, diambil jantungnya sedangkan dagingnya hendak dibuang. Namun Geimu menawarkan kalau ada cara lain untuk memasak daging buruan itu. 

Setelah itu Geimu mengambil Beko dan Mamo yang sudah disiapkan sebelumnya  dari noken, dan mencari dedaunan kering untuk mengalasnya. Selanjutnya  Beko di tindis dengan Mamo diatas daun kering. Lalu Geimu menindis ujung Mamo ditindis dengan kaki dan kedua ujung Beko dipegang dengan tangan. Akhirnya hasil gesekan Beko dan Mamo keluarkan asap api dan memunculkan bara api.
Selanjutnya setelah menjadi api, hasil buruan kepala suku Magai di masak dengan api yang di hasilkan oleh Geimu.  Keesokan harinya  kepala Suku Magai memberitahukan/mengumumkan kepada warganya kalau kita sudah diberikan api oleh Geimu. kepala Suku meminta agar warganya  mengumpulkan kekaya mereka (manik-manik dan seorang gadis) sebagai balas jasa atas pemberian Beko dan Mamoo sebagai sumber api. Manic-manik yang diberikan oleh warga Magai merupakan balas jasa atas kehadirannya untuk memperkenalkan api sedangkan, BEKO dan MAMOO sebagai alat pembayaran mas kawin, atas pemberikan seorang gadis yang dijadikan istri Geimu itu. 

Setelah mengambil sejumlah kekayaan yang diberikan termasuk gadis, kembali ke kampung Waysai. Hasil perkawinan antar kedua mempelai Geimu Kedeikoto dan Mama Magai tersebut belum diketahui berapa anak turunannya. Tidak sampai disitu, namun ia berhijrah ke timur melintasi gunung Wayland (Kobouge) hingga tiba di kampung Epomani (Beduu). Yang kerap kali di sebut dengan kampung Siriwo. [2]

Entahlah berapa lama perjalanan yang ditempuh hingga tiba di Epomani. Di situ ia bertemu dengan marga Uwiya. Disana juga ia menyebarkan api. Kondisinya sama bahwa warga setempat tidak mengenal api sehingga semua hasil buruan dimakan mentah. Geimo pun segera memperkenal api kepada warga Epomani.  Disitupun ia beristri dengan marga Uwiya. Hasil perkawinannya belum, namun sempat memiliki anak. 

Tak lama kemudian ia meninggalkan istri dan anak-anaknya, ia melanjutkan perjalanan kearah timur tenggarah, tiba di wilayah Ipiga (Beduu). Di situ ia juga bertemu dengan marga yang belum diketahui. Di Ipiga juga Geimu memperkenalkan api kepada warga  Ipiga. Di situ ia kawin dengan seorang gadis marga Donei. Hasil perkawinannya dikaruniakan seorang anak laki-laki yang diberi nama Dumapa.  Selanjutnya nama Dumapa menjadi marga Dumapa hingga kini. 

Setelah hidup beberapa tahun di Ipiga, anak sulung Dumapa bersama istriknya ditinggalkan dan berhijrah kearah timur tepatnya di Mugu-Mugu tembus ke Obano, dan menetap di Degeta. Di Obano ia kawin dengan seorang gadis marga Pigay. Hasil perkawinannya menurunkan 5 orang anak laki-laki. Dari cerita perjalanan api yang betul dihayati oleh anak bungsunya yang bernama DIIYEPAI KEDEIKOTO, yang beristrikan marga Pigai.  

Sesuai cerita  Geimu ayahnya, di wilayah Mapia ada saudara lain ditinggalkan di Mapia. Untuk mencari tahu tetuah ayahnya ia bersama istri menelusuri jejak ayahnya kembali ke Mapia. Sementara 5 saudara lainnya ditinggalkan disana (Obano). Sesampai di Ipiga, ditemui Dumapa, ternyata oleh warga Ipiga dijadikan marga yang sekarang dikenal marga Dumapa di lembah Kamuu. 

Perjalanan terus dilanjutkannya dari Ipiga, berbelok kearah Bomomani, menelusuri lereng gunung Wayland, hingga sampai di kampung Toubay. Disana DIYEPAI Kedeikoto menetap dan dikaruniai 2 orang anak laki-laki. Sesampai di Toubay diketahui bahwa marga Kedeikoto yang ditinggalkan oleh Geimu  di Waysai, Menou ternyata sudah menyebar hingga di Kampung Toubay dan sekitarnya.  Guna mencari tahu kebenaran atas keberadaan populasi marga Kedeikoto di Menou ternyata sudah cukup banyak. [3]




GEIMU berasal dari bahasa Mee logat Mapiha” GEI= sebutan wilayah Kamuu, Tigi dan Paniai oleh orang Mee asal Mapiha. Sedang Muu= tunas yang sedang tumbuh. Maka di jelaskan bahwa Api akan diperkenalkan kepada orang-orang Mee yang berdiam di Kamuu, Tigi dan Paniai.  Debaakebo adalah tempat menemukan asap api yang berasal dari gesekan dua dahang kayu, yang selanjutnya menjadi api di seluruh pelosok wilayah Meuwodidee. OGEIMUU=berasal dari dua kata yakni; OGEI dan MUU secara harafiah OGE artinya daerah yang tak bisa dijangkau oleh manusia karena hutan belantara atau tidak ada penghuni/penduduk. Misalnya antara pesisir dan pegunungan. MUU artinya tunas yang sedang bertumbuh kearah OGE.
IYEI-YEIDA AKANO-AKADOO mengandung artinya IYE= 9 (Sembilan) YEIDA= tahapan. Maka simpulkan bahwa kita akan bertemu pada generasi ke Sembilan. Dan akan melakukan pesta peristiwa penemuan kembali atas perpisahan kedua bersaudara yakni; GEIMO dan OGEIMO
[3] DIIYEPAI… diangkat dari sebuah nama kolam atau sumur alam yang ada di Obano, tepatnya di Degetaa. Tempatnya hingga saat ini dikeratkan oleh warga setempat. Sumber Bernardus Kedeikoto,S.Ag, Nabire 13 April 2014. Gunung Wayland, oleh suku Mee yang berdiam di Mapiha menyebut Gunung Kobouge. Gunung yang melintasi/ membatasi antara suku-suku dari pesisir Pantai dan manusia Suku Mee di wilayah Meuwodide.
 BEKOO, adalah belahan kecil dari bambo (tenei, idée) yang dijadikan sebagai alat gesek Mamoo. Sedangkan MAMOO adalah kayu khusus yang digunakan sebagai alas untuk melakukan gesekan dari Beko yang akan menghasilkan api. Ipiga nama sebuah kampung yang berada di antara Bedu dan Degeewoo. Degeuwoo bermuara dari kampung Bomomani, yang bersumber di kampung Ekagokunu, tepatnya ujung lapangan terbang Bomomani. Bomomani adalah ibukota Distrik Mapiha. Kini distrik ini sudah dimekarkan menjadi 4 Distrik diantaranya, Distrik
Mapiha Barat, Mapiha Timur, Mapiha Tengah dan Mapiha Selatan. Toubay salah satu kampung di puncak gunung Tatoupa, 
Waysai, adalah sebuah kampung tempat asal usul marga Kedeikoto, yang kini berkembang menjadi Distrik Menou dari Kabupaten Nabire, Papua. 
Kedeikoto mengandung arti harafiah, Kede= Dasar, inti, I= kebenaran, Koto= jembatan/penghubung.maka disimpulkan sebagai berikut Kedeikoto diartinya sebagai dasar yang dapat menghubung antara kebenaran.  

Category: ,

About GalleryBloggerTemplates.com:
GalleryBloggerTemplates.com is Free Blogger Templates Gallery. We provide Blogger templates for free. You can find about tutorials, blogger hacks, SEO optimization, tips and tricks here!

0 komentar